Catatan Anak Pinggiran

Tuesday, September 16, 2008

Libur Tlah Usai!

Tidak seperti kebanyakan anak-anak seusianya, masa-masa liburan yang baru saja selesai dilalui oleh anak-anak Gunung Tugel dengan mengais rejeki dari tumpukan sampah di desanya. Terletak di selatan kota Purwokerto, desa mereka dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas. Anak-anak seusia seperti mereka terpaksa bergulat dengan rerongsokan dan aroma menyengat yang dapat mengganggu kesehatan. Ketika sebagian besar teman-temannya menikmati liburan ke tempat-tempat wisata, mereka “berwisata” di pegunungan sampah. Jika teman mereka di rumah dihibur dengan perangkat video games, mereka menikmati bersanding dengan games box bekas dengan mengandaikan bisa memilikinya.
Bisa jadi tidak pernah terpikirkan oleh bocah-bocah gunung tugel, resiko mereka setiap hari beraktivitas di pembuangan sampah. Mekanisme biologis yang mengakibatkan pembusukan pada sampah menghasilkan bahan-bahan kimia berbahaya baik berupa gas maupun cair. Dalam jangka waktu yang lama apabila itu dilakukan dalam intensitas waktu yang tinggi bisa mengakibatkan kegagalan fungsi pernafasan. Bahkan bisa jadi sebenarnya mereka sangat memahami resiko yang ada namun desakan kebutuhan yang membuatnya mengabaikan hal-hal tersebut.
Wajah-wajah lugu mereka menampakkan pemahaman yang sederhana mengenai kehidupan. Bahwa hari esok mereka meski lebih baik harus diperjuangkan dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya. Ketika ditanyakan ke salah satunya untuk apa mereka bermain-main disini, dijawabnya dengan “lantang untuk beli buku dan bayar sekolah!” Jawaban ini mengajak kita untuk berpikir ulang mengenai makna pendidikan dan bagaimana kita telah diberi kemampuan berpendidikan untuk mensyukurinya. Sebuah semangat yang menebar bersamaan dengan aroma busuk sampah, dan ini membuatnya menjadi terasa semakin wangi.
Mereka lakukan hal ini setiap hari sepulang sekolah hingga sore menjelang, dan malam disiapkan untuk belajar serta mengaji. Setiap hari menyetor ke tempat pengolahan sampah dan hanya berupah senilai sebatang pensil baru yang mereka gunakan untuk mencatat setiap perkataan guru di sekolah keesokan hari. Terus berlanjut seperti ini keseharian mereka, tidak ada dinamika kecuali setiap hari mesti berhadapan dengan rasa lapar yang hanya mampu diobati dengan menelan ludah memandangi sisa-sisa makana yang telah busuk.
Inilah sebagian kecil dari fakta kesenjangan sosial di negeri ini. Kita tidak pernah bisa menghindari realita tersebut, meskipun banyak dari kita juga telah hidup dengan lebih nyaman. Sungguh disayangkan ketika kesenjangan semakin terbentang lebar, kita dihadapkan juga dengan realita banyaknya pemimpin di negeri ini mengkhianati amanah dan meneguk keuntungan pribadi diatas penderitaan rakyatnya. Kesungguhan anak-anak negeri ini agar mampu mengenyam bangku pendidikan tidak diikuti dengan kesungguhan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.
Kini masa-masa liburan itu telah usai, tidak hanya bagi anak-anak pengais sampah tapi juga untuk kita semua. Kini yang mesti kita hadirkan dalam keseharian kita adalah semangat untuk belajar, berusaha dan memberi dengan segala kebaikan yang telah Alloh berikan kepada kita. Semangat yang lahir dari jiwa penuh rasa syukur dan pemahaman yang benar mengenai keadilan sosial. Tidak sekedar menjadi retorika politik ketika kita ingin dikenal berjiwa sosial untuk kepentingan duniawi. Masa yang akan datang adalah kenyataan dari impian kita hari ini, seperti halnya impian anak-anak penuh gairah untuk menempuh jalan pendidikan yang tak mudah. Semua itu harus menjadi satu bagian dengan keyakinan kita bahwa Alloh Swt adalah Yang Maha Memelihara.

0 komentar: