Batik Untuk Kartini

Wednesday, April 21, 2010

Indonesia seketika menjadi meriah ketika UNESCO secara resmi mengumumkan bahwa Batik Indonesia merupakan “Warisan Budaya Dunia”, tepatnya 2 Oktober 2009 yang lalu. Jalan-jalan di ibukota dan kota-kota besar lainnya diramaikan dengan kampanye penggunaan batik, diiringi dengan melonjaknya permintaan batik untuk pasar domestik. Saat keriuhan itu berlangsung, perajin-perajin batik di daerah khususnya Pekalongan sebagai salah satu sentra batik terbesar di Indonesia sudah kewalahan menerima banjir order khususnya dari Jakarta. Sebagian besar pengusaha adan perajin batik telah mengetahui berita ini sebelumnya, UNESCO telah melakukan riset ke daerah-daerah sentra industri batik sejak beberapa 2 tahun terakhir.

Hajah Halimah salah seorang pengusaha batik wanita di Pekalongan yang ditemui dirumahnya mengatakan, setidaknya ia bisa menjual 100 kodi (2000 potong) pakaian batik per hari sejak awal tahun ini. Rata-rata batik yang ia jual seharga lima ratus ribu rupiah per kodi, jadi omsetnya dalam satu hari berkisar lima puluh juta rupiah! Untuk skala industri rumah tangga angka tersebut sangat besar, dirumahnya di gang sempit ia menyimpan mobil mewah di halaman rumahnya. Gairah usaha yang begitu menggeliat setelah 2 oktober lalu bahkan sebagian pengusaha yang lain mengatakan bahwa penjualan jauh lebih tinggi dibandingkan ketika masa lebaran, yang menjadi indikasi kenaikan permintaan produknya.

Penjualan batik yang meningkat tajam tidak hanya terjadi di Pekalongan, beberapa daerah penghasil batik yang lain juga merasakan hal yang sama. Daerah penghasil batik yang bangkit kembali dalam penjualan batik antara lain, Pamekasan, Banyumas, Indramayu, Rembang, Cilacap dan mais banyak daerah lainnya. Dari pelaku usaha batik di daerah-daerah tersebut didominasi oleh kaum hawa, baik perajin bahkan pengusaha suksesnya banyak dari kalangan wanita. Batik Cilacap telah mengenal sosok Euis Rohaini sebagai pengusaha yang mampu mengerahkan perempuan-perempuan di desanya untuk merambah pasar ekspor, ia mengirim hingga 500 lembar setiap kali pesanana ke Inggris dan Korea dengan produk senilai jutaan rupiah. Di Rembang Jawa Tengah juga terdapat 12 orang ibu yang mendirikan kelompok usaha bersama, mereka sebelumnya pembatik yang telah memiliki keterampilan membatik turun menurun.

Maraknya Batik Indonesia hingga pasar ekspor oleh industri rumah tangga setidaknya telah membangkitkan gairah usaha di kalangan rakyat kecil daerah, termasuk diantaranya yang telanh mendulang kesuksesan pengusaha wanitanya. Paoman Kabupaten Indramayu yang juga dikenal sebagai daerah penghasil batik, kini juga menjadi salah satu penopang kebutuhan batik domestik maupun ekspor. Perempuan-perempuan di Paoman pada umumnya membatik untuk mengisi hari-harinya menanti suami yang berjuang sebagai nelayan, tradisi itu kini justru menghasilkan dan tak sedikit mampu menjadikannya nafkah utama keluarganya. Kini perempuan yang sebelumnya sebagai ibu rumah tangga, telah bergerak menjadi penopang perekonomian setidaknya di lingkungan keluarga.

Industri batik yang didominasi wanita telah menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia, dan mewarnai kebudayaan dunia dengan adanya pengakuan dari UNESCO. Nilai seni dan budaya yang diakui dunia juga bisa menjadi salah satu sektor penunjang perekonomian nasional, di saat industri tekstil yang terancam dengan keberlangsungan ACFTA. Keunggulan dalam citarasa seni dalam berbusana ini memang lekat dengan kepribadian wanita, yaitu identik dengan keindahan. Namun ternyata selain keindahan, perempuan-perempuan pegiat batik Indonesia juga menunjukkan kekuatannya dalam membangun bisnis yang prospektif dan berbudaya. Naomi Susilowati Setiono contohnya, pengusaha batik asal Lasem ini menggeluti usaha batik setelah sebelumnya berprofesi sebagai kernet bus.

Kekuatan wanita dalam membangun kerajaan bisnis telah diakui oleh dunia jauh sebelum Batik diakui dunia, Siti Khadijah istri nabi Muhammad SAW merupakan saudagar tersohor di jazirah arab. Di Arab Saudi menurut data yang bersumber dari pemerintahan Saudi, pengusaha wanita disana mengelola sekitar 20.000 perusahaan kelas menengah dan perusahaan kecil dengan nilai asset sekitar 60 milyar riyal Saudi. Peran wanita tidak lagi bisa dilihat dari satu sisi, ada peran yang begitu besar dalam menopang bangunan sebuah bangsa dalam hal ini perekonomian. Fenomena bisnis rumahan yang banyak digeluti ibu-ibu rumah tangga kini tak lagi sekedar aktivitas mengisi waktu, struktur ekonomi kita banyak ditopang oleh sektor UKM dan pengusaha wanita berkontribusi besar di dalamnya.

Batik seperti halnya produk seni dan budaya, memiliki unsur-unsur estetis dan filosofis. Pengusaha-pengusaha batik wanita Indonesia mempunyai kekuatan untuk membangun negeri ini, dan kita begitu membutuhkan pesona karyanya. Ketika keindahan berbaur dengan ketekunan dan kelembutan menyatu dengan keteguhan, maka kita melihat karya anak bangsa yang telah diakui dunia. Masih banyak potensi tersimpan pada diri wanita Indonesia, begitu juga dengan seni dan budaya bangsa kita. Andai saja pemerintah melihat potensi ini dan mendukungnya, kita tentu bisa bernafas lega melihat perempuan Indonesia berkarya di negeri sendiri. Permasalahan ketenagaakerjaan terutama pekerja migran wanita yang sering kali tak dimanusiakan di tanah asing, bisa diatasi dengan terbukanya peluang kerja domestik dan pasar batik yang mendunia.

Begras Satria

Pengusaha Batik Nusantara

Di Jawa Tengah

0 komentar: